R.A KARTINI ‘PERJUANGKAN’ EMANSIPASI WANITA INDONESIA?


Bulan April di Indoensia dikenal sebagai bulannya wanita. Banyak sekali kegiatan wanita yang diselenggarakan pada bulan ini. Misalnya lomba fashion show kebaya, lomba masak dan lomgba-lomba lainnya. Kegiatan tersebut tidak lain diselenggarakan dalam rangka memperingati hari kelahrian  wanita yang paling berpengaruh bagi kehidupan wanita Indonesia sampai saat. Ya, R.A Kartini.
R.A Kartini adalah seorang wanita yang lahir di keluarga priyayi. Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, adalah patih yang diangkat menjadi bupati Jepara. Dengan nama besar sang ayah, Kartini kecil diberikan keleluasaan menuntut ilmu. Padahal ketika itu, seorang wanita tidak diperbolehkan untuk bersekolah atau melakukan kegiatan lain yang keluar dari pekerjaan seorang wanita di dalam rumah.
Wanita Jawa kala itu hanya diperbolehkan melakukan pekerjaan rumah. Memasak, mengasuh dan memandikan anak, melayani suami, mencuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Menurut Kartini, kehidupan wanita jawa hanya sebatas tembok rumah saja tanpa mengetahui ada kehidupan lain yang lebih bermakna.
Kemampuan menguasai bahasa Belanda yang dimilikinya, mempermudah R.A Kartini untuk mengetahui kehidupan wanita di negara lain, khususnya Belanda. Ia selalu berkorespondesi dengan teman-temannya di negara tersebut. Salah satunya adalah Rosa Abendanon. Pemikiran dan ide-ide cemerlang Kartini tertuang dalam semua surat-surat tersebut. Pendapatnya tentang persamaan gender antara laki-laki dan perempuan hingga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonom dan persamaan hukum sebagi bagian dari gerakan yang lebih luas.
Pada usia 25 tahun, empat hari setelah melahirkan anak satu-satunya yang diberi nama Soesalit Djojodhiningrat R.A Kartini menghembuskan napas terakhirnya. Serlah wafatnya R.A Kartini, Mr. J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Buku tersebut diberi judul Door Duisternis tot Licht yang berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku kumpulan surat Kartini diterbitkan pada 1911 dan dicetak sebanyak lima kali.
Pada tahun 1922, Balai pustaka menerbitkan buku tersebut dalam bahasa melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Setelah itu Armijn Pane membuat versi baru tentang buku kumpulan surat-surat Kartini tersebut dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang yang dibagi menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya.
Sampai saat ini masih banyak polemik atas pengkultusan R.A Kartini sebagai pahlawan nasional Indonesia. Mereka mempertanyakan mengapa harus Kartini yang diabadikan padahal masih banyak sekali wanita semasa Kartini yang bukan hanya memiliki pemikiran yang sama namun melakukan hal yang jauh lebih berarti bagi masyarakat. Kartini dianggap hanya mampu menulis ide, bukan memperjuangkannya. Jadi mengapa diabadikan sebagai pejuang?
Beberapa kalangan juga meragukan kebenaran surat-suart Kartini yang dibukukan oleh J.H Abendanon. Kecurigaan itu timbul karena saat diterbitkan, J.H Abendanone menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan. Apalagi saat itu pemerintah kolonial Belanda sedang menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanone termasuk yang berkepentingan dan menudukung politik etis tersebut.


Source : http://bit.ly/1HMEjKk
Previous
Next Post »